Bila
melihat kepada lembaran sejarah, adat masyarakat Aceh pada Umumnya telah banyak
berubah karena perkembangan Zaman, dan perkembangan masyarakat. Khususnya di
Kabupaten Aceh Baarat, bahwa adat yang menyangkut dengan Pernikahan telah
mendapat perubahan dalam pelaksanaannya. Menurut kebiasaan Aceh khususnya yang
sering dikerjakan masyarakat Kabupaten Aceh Barat, bahwa setiap Pinangan itu datangnya dari
pihak laki-laki, bukan sebaliknya. Istilah adat Acehnya disebut “Kon
mon mita tima” ,
artinya bukan sumur cari timba (bukan perempuan yang mencari laki-laki),
tetapi, “Tima mita mon” artinya pihak laki-laki yang mencari calon
isteri.
Langkah-Langkah
yang harus ditempuh dalam proses Pernikahan di kabupaten Aceh Barat akan
dijelaskan sebagai berikut :
a Cah Rot (Menanya)
Cah
Rot yaitu suatu Istilah dalam bahasa aceh dimana pihak laki-laki mengunjungi
pihak perempuan untuk menanyakan perihal si gadis apakah telah ada yang
meminang apa belum. Perihal ini dilakukan oleh seorang utusan dari keluarga
terdekat pihak laki-laki, orang ini dalam istilah Aceh disebut dengan “Theulangke”. Theulangke
berfungsi sebagai perantara dalam menyelesaikan berbagai kepentingan diantara
pihak calon Linto baro (Calon mempelai laki-laki), dan dara baro (calon
mempelai perempuan) . Theulangke
ditunjuk dari orang yang dituakan di dalam kampung yang cukup bijaksana,
berwibawa, pengaruh dan alim serta mengetahui seluk beluk adat perkawinan.
Theulangke Menanyakan hal tersebut, dan
Apabila si gadis tersebut belum ada yang meminang, maka Theulangke ini menyampaikan maksud untuk melamar sang gadis untuk
seorang laki-laki.
Pada
umumnya pemuda yang dianggap dewasa di daerah ini adalah berumur 25 tahun
keatas, sedangkan si gadis berumur 18 tahun keatas. Pada waktu anak laki-laki
sudah memasuki kedewasaan orang tuanya mereka-reka atau mencarikan jodoh untuk
anak nya. Sedangkan orang tua pihak si gadis kebiasaan hanya menunggu
kedatangan pinangan terhadap anaknya.
Dalam
hal ini kadang-kadang ada juga pemuda dan si gadis yang terlebih dahulu
mengadakan hubungan secara pribadi, apalagi pada zaman sekarang ini, kemudian
si pemuda memberitahukan kepada orang tuanya. Dan selanjutnya orang tua pemuda
mencari seorang Theulangke untuk menghubungi atau mendatangi orang tua si
gadis.
b Meulakee
Pada
Hari yang telah disepakati, datanglah beberapa orang perwakilan dari pihak
laki-laki ke rumah pihak perempuan, pihak laki-laki yang datang yaitu : Wali,
Theulangke, Keuchik, Teungku.
Dan di rumah perempuan, telah ada
wakil dari pihak perempuan, yaitu: wali, Theulangke dan orang yang dituakan,
yang menunggu kedatangan utusan pihak laki-laki. Pihak laki-laki datang dengan
membawa sirih dalam cerana “Batee Ranup” serta penganan ringan (Bungong jaroe) yang
bertujuan sebagai penguat ikatan kedua belah pihak.
Setelah acara lamaran ini selesai,
maka perwakilan pihak laki-laki akan mohon pamit untuk pulang. Sementara
itu keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah,
mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.
Keputusan
tidak diberikan pada saat itu, melainkan dilakukan musyawarah (Duek Pakat)
terlebih dahulu dengan sanak family dalam keluarga anak gadis itu, Dan apabila
lamaran tersebut diterima maka baru disampaikan pada Theulangke pihak
laki-laki, biasanya masa menunggunya lebih kurang satu minggu. Hal ini
dilakukan agar jangan sampai tergesa-gesa dalam mengambil keputusan tersebut.
Setelah kata sepakat baru kemudian Theulangke menanyakan hal sekitar mahar (mas
kawin).
c ”Duek Pakat” keluarga Perempuan
Duek
Pakat serupa dengan musyawarah keluarga, acara ini di hadiri oleh seluruh
keluarga dari pihak perempuan, seperti : orang-orang yang dituakan, saudara
terdekat, keuchik, Tseulangke. Duek Pakat ini bertujuan untuk membahas segala
hal tentang lamaran dari pihak laki-laki.
Setelah semua pihak perempuan
menyetujui lamaran dari pihak laki-laki diterima, maka keluarga pihak perempuan
akan membahas dan menetapkan berapa besar mahar, kapan acara pernikahan apakah
pasangan tersebut akan ditunangkan dulu atau langsung di nikahkan sekaligus
diresmikan. serta segala hal yang dianggap perlu untuk di musyawarahkan
bersama.
Ranub Kong Haba
Selesai
Upacara Jak Meulakee (meminang) dan Keluarga Perempuan pun Telah
Musyawarah(Duek Pakat). Maka tibalah saatnya Ba Ranub Kong haba (Sirih
pertunangan). Ranub Kong Haba ini dimaksudkan sebagai meminang resmi.
Dalam
upacara tersebut, pihak keluarga anak dara memberitahukan dan sekaligus
mengundang orang tua kampong, seperti Keuchik dan Teungku sagoe bersama
isterinya, supaya pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan oleh kedua belah
pihak pada waktu upacara Jak Meulakee yang lalu, hadir
kerumahnya, demikian pula turut diundang sanak keluarga yang dekat dan para
tetangga. Maksud dan tujuannya yaitu untuk menunggu kedatang rombongan utusan
pihak laki-laki dan sekaligus mendengarkan pembicaraan-pembicaraan kedua belah
pihak.
Dalam
acara ini kedua belah pihak merundingkan tentang :
a. Jeulamee (mas Kawin). Kebiasaan masalah mas
kawin ditentukan oleh orang tua pihak gadis. Jumlah mas kawin yang berlaku
didaerah Kabupaten Aceh barat yaitu berkisar antara 10-20 Mayam Emas. Di daerah
kabupaten Aceh Barat juga ada ketentuan mahar mitsil , yaitu menurut
mahar saudara perempuannya.
b. Waktu yang baik untuk Meugatib/menikah
dan bersanding (walimah).
c. Dan hal-hal lain yang dirasa perlu
sehubungan dengan upacara berlangsungnya perkawinan tersebut.
Upacara
berlangsung dalam suasana yang diliputi adat. Baik tutur kata, sikap, sajian
makanan dan kedaan ruangan diseluruh
rumah.
Jak ba Tanda (Tunangan)
Setelah adanya keputusan kedua belah pihak, sesuai waktu
yang telah ditentukan. Pada acara Pertunangan ini, biasanya pihak laki-laki
memberi emas sebagai tanda, Biasanya yang membawa hadiah pertunangan tersebut
orang-orang tertentu. Misalnya Keuchik,
Teungku, Theulangke, dan keluarga pihak laki-laki. Demikian juga dari pihak
dara baro yang menunggu. Jenis pembawaan yaitu satu atau dua mayam emas. Emas
tersebut bisa berbentuk cincin, gelang atau kalung. Emas tersebut dimasukkan
kedalam cerana atau “Ranup Meuh” yang didalamnya berisikan Breuh Pade. Selain emas
tersebut juga di ikuti dengan barang-barang lainnya, seperti kain baju, kain
sarung, selendang dan sebagainya. Sesuai kemampuan mempelai laki-laki.
Namun bila ikatan pertunangan ini putus ditengah jalan,
ada konsepsi yang harus ditanggung. jika pertunangan putus disebabkan oleh
pihak laki-laki, tanda emas tersebut akan dianggap sebagai Hadiah untuk
perempuan tersebut. Dan menjadi hak milik perempuan, tetapi ada juga perempuan
tersebut tidak mau memilikinya dan mengembalikan tanda emas tersebut kepada
Tseulangke pihak laki-laki. Dan kalau penyebab putusnya pertunangan tersebut
adalah pihak perempuan, menurut Adat, tanda emas tersebut harus dikembalikan
sebesar dua kali lipat kepada pihak laki-laki.
“Pajoh Bu tuha”
Pajoh Bu tuha adalah istilah yang digunakan untuk acara
musyawarah, musyawarah seluruh masyarakat desa, terutama tokoh-tokoh desa,
tetangga, dan yang lainnya. Tradisi ini serupa dengan Pembentukan Panitia.
Kegiatan ini bertujuan untuk membahas acara
utama pada hari H (hari akan diadakannya pesta). masyarakat secara bergotong
royong akan mempersiapkan acara pesta perkawinan. Dan pihak keluarga meminta
bantuan kepada masyarakat untuk kelangsungan acara pesta. Acara ini biasanya
dilaksanakan Malam hari, tepatnya 1 minggu sebelum hari H. sambil membahas
tentang segala kesiapan untuk acara menjelang pesta, sebagai tradisi, para tamu
yang datang disuguhi dengan hidangan khas Aceh yaitu pulut ketan (pulut
berkuah).
g
Boh Gaca (Berinai)
Boh
Gaca atau berinai adalah pemakaian daun pacar untuk menghiasi tangan Calon Dara
Baro. Boh Gaca merupakan tradisi pernikahan dan merupakan sunah Rasul. Prosesi
Boh Gaca ini diawali dengan “Peusijuk Gaca” . menurut tradisi
untuk peusijuk Gaca ini, Buleukat untuk peusijuk diantar oleh saudara perempuan
dari ayah atau ibu pengantin perempuan.
Selanjutnya,
calon dara baro di Peusijuk oleh orang yang dituakan dalam keluarganya, dan
disusul dengan pemakaian Inai, inai dipakaikan di kedua tangan calon dara baro,
persisnya dari ujung jari sampai lengan tangan. serta kedua kaki hingga
menutupi telapak kaki pengantin. Kegiatan ini dilakukan hingga 3 malam
berturut-turut. Boh gaca ini Selain dilakukan oleh pengantin juga dilaksanakan
oleh perempuan-perempuan yang masih gadis yang masih memiliki hubungan
kekerabatan, atau tetangga-tetangga.
Peu Manoe Dara Baro (siraman)
“Peu
manoe Dara Baro” adalah memandikan dara baro atau Siraman. Acara Siraman
dilakukan 1 hari sebelum hari H. dan biasanya
dilaksanakan pada sore hari. Dengan pakaian khusus yang telah di persiapkan,
Calon Dara Baro (perempuan yang akan menikah) melakukan acara siraman atau
mandi, yang dikenal dengan istilah “Manoe Dara Baro” yang didudukkan di
sebuah tempat. Menurut tradisi, Hal ini dimaksudkan sebagai pembersih dosa bagi
calon pengantin wanita, di samping sebagai pengharum badan.
Dalam
acara ini akan terlihat beberapa orang anak kecil akan mengelilingi calon dara
baro sambil menari-nari. Tarian tersebut dikenal dengan nama “tarian
pho” dengan dipimpin oleh
seorang syeh yang membawakan syair-syair dalam bahasa Aceh. Syair-syair
tersebut berisi Nasehat yang ditujukan kepada calon dara baro tersebut.
Setelah
selesai tarian pho, maka berlangsunglah upacara siraman, calon dara baro
disambut dan dipangku oleh Nye’wa nya atau saudara perempuan dari pihak orang
tuanya. Kemudian satu persatu anggota yang dituakan akan memberi air siraman
kepada calon Dara Baro. Air siraman diberikan beberapa jenis bunga-bungaan
tertentu.
Akad Nikah
Sebelum
Akad Nikah, kedua calon mempelai diproses terlebih dahulu, proses yang dimaksud
adalah beberapa pertanyaan tentang agama Islam. Pertanyaan ini diberikan oleh
pihak kantor KUA. Setelah kepala Kantor KUA mengesahkan, kedua mempelai sudah
bisa dinikahkan. Maka dilanjutkan dengan Prosesi Akad Nikah.
Pada
Proses Akad Nikah sesuai ketentuan Agama Islam, harus hadiri oleh penghulu
(orang yang menikahkan) wali kedua belah pihak, serta saksi. Proses akad Nikah
ini biasanya dilakukan di mesjid.
Sebelum
Proses Ijab Kabul, Terlebih Dahulu Diperlihatkan Mahar (mas kawin) yang
diletakkan di dalam sebuah tempat yang disebut dengan “Batee Meuh”, sesuai
dengan adat, Batee meuh tersebut di
Balut dengan 7 helai kain. Mahar itu diperlihatkan kepada seluruh keluarga yang
hadir dalam acara akad nikah tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi Ijab
Kabul. Untuk Ijab Kabul, Kedua mempelai duduk di tempat yang telah disediakan,
yang biasa disebut dengan “Bantai Gulong”.
Prosesi
Ijab Kabul, wali perempuan ijab dengan pengantin laki-laki. Calon mempelai
laki-laki mengabulkannya. Setelah saksi mengesahkan. Maka resmilah kedua
mempelai sebagai suami isteri.
Walimah & Antar Linto
Antar
Linto dilakukan pada hari H, hari yang telah ditentukan, antar Linto sekaligus
dengan pesta pernikahan atau walimah di rumah mempelai perempuan. Pada Acara
Pesta hadir tamu-tamu undangan, yang disuguhi hidangan-hidangan lezat, serta
dimanjakan dengan hiburan-hiburan seperti kesenian-kesenian Aceh.
Upacara
Antar Linto adalah sebuah prosesi dimana linto baro diantar oleh pihak
keluarganya ke rumah dara baro. Pada Upacara Antar Linto kedua pengantin
mengenakan pakaian adat Aceh yang sangat
Khas.
Pihak
keluarga Linto Baro membawa seserahan, yang dalam istilah aceh disebut dengan ”Peu
Neu Woe”, peu neu woe ini adalah pemberian dari mempelai laki-laki
kepada mempelai perempuan. Berupa segala barang-barang keperluan mempelai
perempuan, seperti seperangkat alat shalat, pakaian, perlengkapan mandi,
kosmetik, buah-buahan dan lain sebagainya.
Saat
Rombongan Linto sampai di rumah dara baro, sang Linto disambut dengan “Tarian
Ranup lam Puan” tarian ini adalah tarian penyambutan. Tarian ini
dipimpin oleh seorang Putri, Putri tersebut yang menggandeng Linto baro menuju
pintu rumah dara baro, di depan pintu telah disambut oleh seseorang yang dalam
istilah aceh disebut “Nek penganjo” sebelum memasuki
rumah terlebih dahulu prosesi Tukar Ranup antara Nek Penganjo laki-laki dan Nek
penganjo perempuan.
Kemudian
Pengantin laki-laki dipesijuk sebelum memasuki rumah. Di depan pintu telah
dibentang kain panjang yang dibentuk seperti tangga dan telah ditaburi beras,
masuklah Linto baro kedalam rumah berjalan diatas kain panjang tersebut disusul
denga rombongan-rombongan yang lainnya. Didalam rumah telah menanti pengatin
perempuan dengan di damping seseorang. Wajah pengantin perempuan di tutup
dengan kipas. Kemudian bersalamanlah kedua mempelai dan duduk bersanding
dipelaminan.
Setelah
itu kedua pengantin di pesijuk, yang didahului oleh keluarga laki-laki,
keluarga laki-laki akan memberikan uang (salam tempel) kepada pengantin
perempuan. Dan uang tersebut kemudian ditambah jumlahnya oleh keluarga
perempuan dan saat keluarga perempuan melakukan peusijuk kepada kedua
pengantin, diberikan uang tersebut kepada pengantin Laki-laki.
Selesai
Proses Peusijuk oleh kedua keluarga, maka saatnya Rombongan laki-laki menyantap
aneka hidangan yang telah disiapkan oleh pihak perempuan.
Antar Dara Baro
Antar
dara baro adalah prosesi dimana diantarnya dara baro ke rumah pihak laki-laki
oleh keluarganya. Prosesnya tidak jauh berbeda dengan antar Linto, hanya saja
Tempat Peu neu Woe yang dibawa oleh pihak laki-laki dikembalikan dengan mengisi
berbagai macam Kue-kue khas Aceh.